Sabtu, 21 Maret 2020

Tempat Pelarian

(Wilayah Tretes)

TRETES

Untuk warga Surabaya dan sekitarnya, siapa yang tidak kenal pemandian banyu (air) panas Pacet dan Tretes? mungkin dolanmu (mainmu) kurang jauh hehehe..
Kedua tempat ini berada di wilayah kaki gunung arjuna-wilirang yang memungkinkan sering menjadi pelarian migrasi terbesar bagi banyak orang yang berada di tengah hiruk pikuknya kepadatan kota pada musim liburan. Suasana tenang udara sejuk dan tempat yang bersih menjadi alasan utama bagi banyak orang untuk mengunjungi Tretes di samping faktor yang lainnya, yang pastinya hanya saya dan warga wilayah sekitar tretes-surabaya atau sederat orang yang telah mengunjunginya yang tahu. You know lah apa yang saya maksud. "Villa villa villa.. villanya mas, murah" demikian kata orang yang bertugas menyambut tamu atau wisatawan muda-mudi dengan mencoba menjajakan villanya wkwk..
Ok. Jadi saya tidak akan membahas hal ex yang lainnya itu disini. saya akan berbagi pengalaman saya ketika melarikan diri ke Tretes ini saja. Sabtu minggu, siapa yang tidak kenal dengan 2 hari dalam seminggu itu? yap. itu adalah hari libur untuk sebagian besar orang yang bekerja dan pelajar di Indonesia atau bahkan negara-negara di belahan dunia. Buat sabagian orang dua hari itu juga bisa di artikan waktunya jalan-jalan/refreshing. Jadi untuk mengisi waktu libur saya yang amat sangat terbatas di sabtu minggu itu saya akhirnya memutuskan untuk pergi ke Tretes sekadar bersantai dan duduk manis di kedai kopi. sambil menikmati udara segar di pagi hari sambil menyeruput secangkir kopi menjadi perpaduan yang pas di hari-hari sepi.

NGOPI DI TEPI JURANG - NGOPI WENK JURANG (JURANG AMPEL)

(Kedai Kopi Wenk Jurang)

Tempat ngopi yang mengusung konsep outdoor di Tretes ini layak untuk di kunjungi. jam bukanya mulai 11.00-23.00 WIB. Dengan deretan menu kopi murni lokal sampai kopi instan ada di sini. Dari kedai ini kalian bisa melihat hamparan wilayah Tretes yang terbentang luas seraya mengagumi kemegahan dan keindahan gunung arjuna-wilirang ciptaan tuhan. Waktu sudah sore kedai kopi ini semakin ramai dikunjungi oleh beranekaragam pelancong yang berdatangan. Dan waktunya saya lekas pulang ke kota Surabaya untuk menekuni mimpi dalam kesemerautan kota yang ruwet. sampai jumpa lain waktu di perjalanan selanjutnya.


Rabu, 26 Februari 2020

Gunung Papandayan


awal perjalanan photo bareng dulu
Gunung Berapi yang terletak di daerah Garut, Jawa Barat ini memiliki ketinggian 2665 mdpl. Pemandangan ladang edelweisnya yang indah dan hutan matinya yang ikonik banyak di jadikan alasan wisatawan yang ingin berkunjung ke Gunung Papandayan ini. Mengingat infrastruktur dan fasilitas kebersihan di Gunung Papandayan ini yang sudah lumayan mendukung aktivitas wisatawan berimbas pada tiketing yang lumayan mahal juga menurut kantong saya pribadi. Harga tiket plus kampingnya sendiri adalah Rp 75.000 untuk 2 hari 1 malam di tahun 2017. Tiket masuk 2 hari Rp 40.000 dan 1 malam kamping Rp 35.000

Perjalanan dari Jakarta bisa kalian tempuh menggunakan bus dari terminal Kampung Rambutan-terminal Guntur dengan tarif  52.000 dan estimasi waktu tempuh 4-5 jam an, jika macet bisa lebih dari 6 jam. Sampai di terminal Guntur kalian bisa menaiki angkutan umum ke Simpang Cisurupan dengan harga Rp 20.000 per orang. Untuk bisa berangkat menggunakan angkutan umum ini biasanya kalian harus sabar dulu menunggu sampai angkutan terisi penuh baru berangkat. Atau jika kalian yang berombongan alternatif sewa mobil dengan harga sekitar Rp 300.000 menjadi pilihan yang bagus mengingat tidak perlu menungggu waktu lama untuk lekas berangkat. Waktu tempuh terminal Guntur-Simpang Cisurupan sekitar 1 jam. Di pemberhentian Simpang Cisurupan ini ada sebuah masjid yang biasanya menjadi tempat kumpul para wisatawan yang ingin mendaki ke Gunung Papandayan. Banyak warung juga. Jadi gak perlu buka logistik dulu disini.
menunggu angkutan di emperan masjid bareng teman baru


Untuk bisa ke Gunung Papandayan biasanya dari Simpang Cisurupan ini para pendaki menyewa pick up menuju pos pendftaran. Harga sewa pick up nya sendiripun juga sekitar Rp 300.000 untuk maksimal 15 orang atau Rp 20.000 per orang jika mau menunggu hingga pick up memiliki banyak calon penumpang baru bisa berangkat. Sampai di pos pendaftaran kalian akan di beri formulir berupa simaksi berserta peta Gunung Papandayan yang bisa menjadi pegangan kalian jika baru pertama kali ke sini.


Hari ke 1

Hari pertama pendakian Gunung Papandayan di mulai dari Bumi Perkemahan Papandayan dan berjalan naik yang berkontur bebatuan dan lahan terbuka. Bau belerang di awal pendakian sudah tercium karena lokasi kawah yang lebih dekat dari pos awal. Untuk bisa mencapai kawah papandayan ini memerlukan waktu sekitar 1 jam. Di sekitar perjalanan menuju kawah banyak terdapat warung. Di sarankan jangan terlalu lama berhenti di sekitar jalur kawah karena mengandung gas sulfur dan beracun.
Dari kawah salanjutnya menuju ke pos Pondok Saladah yang memerlukan waktu sekitar 3 jam. di jalur ini sudah mulai ada vegetasi pepohonan dan berkontur tanah. Jalananya sendiri masih cukup landai. Sampai di pos Pondok Saladah kalian bisa mendirikan tenda dan isi ulang air dari sumber air yang di alirkan melalui pipa. Kalian juga bisa melakukan kegiatan lain dan persiapan pendakian untuk esok harinya. Tersedia mushola dan toilet serta warung di Pondok Saladah ini.
kawah gunung papandayan

Hari ke 2

Pagi harinya setelah sarapan kalian bisa melakukan pemanasan, persiapan stamina dan melanjutkan perjalanan ke Tegal Alun untuk melihat ladang edelweis. Untuk bisa sampai kesana kalian akan melewati perbukitan terjal. Memerlukan waktu sekitar 2 jam untuk bisa sampai di ladang bunga edelweis, Tegal Alun. Kabarnya Gunung Papandayan memiliki ladang edelweis terluas. Di sini kalian bisa mendokumentasikan moment yang menarik di tengah rimbunnya edelweis. Tapi ingat jangan di petik, jangan di bawa pulang. Karena bunga edelweis adalah termasuk jenis tumbuhan yang di lindungi. Puas bermain dan mengabadikan moment di Tegal Alun saatnya kalian turun ke spot berikutnya.
ladang bunga edelweis
Turun dari Tegal Alun kalian bisa mengunjungi hutan mati dengan kisaran waktu 2 jam an juga yang lokasinya sendiripun sebenarnya di dekat Pondok Saladah. Hutan mati menurut saya paling tepat di kunjungi di waktu perjalanan pulang supaya terdapat kesan yang mendalam jika kalian habis melakukan pendakian ke Gunung Papandayan. Di hutan mati kondisi alamnya kering menyisakan kayu-kayu dari pohon mati yang masih  tegak berdiri. Kondisi medannya yang berbatu-kerikil membuat hutan mati nampak semakin berkesan. Puas menikmati keindahan alam di hutan mati, saatnya pulang.
hutan mati


Jalur pulang untuk pendakian gunung papandayan melewati pos-pos yang sama seperti yang di lalui ketika berangkat mendaki. Waktu yang di perlukan untuk mencapai pos pertama Bumi Perkemahan biasanya memakan waktu sekitar 3-4 jam dari Pondak Saladah, itu lebih cepat dari pada perjalanan untuk mumulai pendakiannya.

Sabtu, 22 Februari 2020

Gunung Pancar Bogor


Mandi di Kali


Rasa-rasanya waktu cepat berlalu. Teringat pada waktu saya masih kecil. Punya waktu hanya untuk bermain. Petak umpat, kejar-kejaran dan segala macam permainan seru lainnya. Terutama ketika muncul ajakan mandi di kali dengan teman-teman masa kecil.  ‘Wahhh... gerah ayo renang” ayo, sahutku. Kami bergeges menuju perkebunan, menebang pohon-pohon pisang milik penduduk sekitar, apalagi kalau bukan di jadikan alat pelampung.

Ada yang takut dengan kedalam air, ada yanag ragu-ragu jadi loncat atau tidak dari atas pohon kelapa yang miring ke kali. Ada juga yang jadi super hero, sekali nanjak tanpa ragu langsung bluurrr!... mendarat tepat di atas permukaan air yang jernih. Ada lagi,  juga yang bermain pencarian batu yang sengaja di lempar kedasar kali yang dalam. Yang bisa berenang dan menyelam sontak saja langsung memburu batu ketikan di lemparkan kedasar kali. Jangan lupakan juga soal jembatan untuk menjajal adrenalin ketika musim banjir!.
Dan apa lagi coba sekarang. Sayangnya hanya bisa melihat kenangan yang terulang ketika plesiran di tengah-tengah hiruk pikuk desa yang masih asri. Air masih jernih, sampah belum menggenang, ikan kecil belum pada mabuk karna pencemaran.
Masa kecil memang hanya bisa di kenang tanpa bisa di ulang.
Coba kira-kira siapa yang punya kenangan indah pada waktu masih kecil. Sebutkan!
Jadi giamana masih berpikir waktu adalah uang atau waktu adalah kebahagiaan?



Kopi Dampit


EKSOTISME
Beberapa hari ini saya terlalu bersemangat untuk melakukan apapun tentang kopi. Sampai tertulisnya tulisan ini pun saya masih semangat.

Beberapa hari berpetualang kasana-kamari mencari kopi-kopi unggulan yang berada di kabupaten malang selatan di temani teriknya matahari yanag membakar menjadikan saya nampak kehitaman seperti biji kopi yang habis di sangrai medium to dark. Hehehe.

Ok. Akan saya ceritakan, saya di dampit bertemu dengan salah seorang petani kopi yang berada di desa Srimulyo. Namanya pak Sutikno dari asosiasi kelompok tani maju Sridonoretno.

Tapi sebelumnya apakah kalian tahu bahwa ada wilayah yang di sebut AMTERDAM di wilayah Malang? Sayangnya bukan daerah belanda atau nama tempat di belanda dan bukan orang belanda pula yang memberi nama. AMTERDAM adalah gabungan kata dari beberapa wilayah, yakni ampelgading, tertoyudo dan Dampit.
Kembali lagi ke petani kopi. Di rumah pak Sutikno saya menginap, di sana saya belajar tentang proses pasca panen kopi. Mulai dari sortasi kopi, fermentasi, penjemuran hingga pemilihan biji yang baik untuk di jadikan produk premium kopi.
Pak sutikno memiliki beberapa produk olahan green bean unggulan yang antara lain adalah dari proses honey, full wash, natural, wine. Dalam setahun hasil green bean di kelompok tani maju ini mampu menghasilkan 25 ton biji kopi siap sangrai. Untuk target pemasarannya sendiri pun sebagian besar ada di kota Malang. Produknya sendiri pun juga sudah masuk dalam kategori kopi Single Origin dan  memperoleh cupping skor dengan nilai 81,42 !
Selepasnya dari rumah pak Sutikno saya lanjutkan perjalanan kebeberapa tempat di Malang hingga sampai ke Lumajang.
Smangat!

“Ada do’a dari petani kopi di setiap seduhan kopimu”